pribadi

Mengapa Harus Aku?

Aku pernah berpikir, “kenapa harus aku yang lahir dan merasakan kehidupan di dunia ini?”. Itu pertanyaa ku sewaktu kecil dulu, tepatnya saat aku duduk di bangku Sekolah Dasar (SD). Ya, mungkin karena aku masih begitu lugunya hingga berpikiran seperti itu. Sebenarnya aku punya alasan tertentu kenapa aku berpikir demikian.

Saat itu aku merasa nggak nyaman dengan keadaanku yang rasanya seakan penuh dengan kegelisahan dan ketidakenakan. Aku yang pendiam dan nggak banyak bicara ini (ya iyalah, mana ada pendiam yang banyak bicara?) selalu merasakan galau. Walah masih kecil udah galau aja ya. Hehe.. Tapi bukan karena putus cinta, kala itu aku nggak kenal sama Cinta. Karena baru kenal Cinta itu pas SMK, kebetulan si Cinta temen sekelas ku tapi beda sekolah. Nah loh, gimana ceritanya satu kelas tapi beda sekolah? Udahlah lupakan. Pikir sambil jalan, eh maksudnya sambil lanjut bacanya. Hehe..

Jadi gitu, Aku bener-bener merasa galau dengan keadaanku yang kayaknya kok biasa-biasa aja. Padahal buat urusan prestasi dikelas aku selalu berada di urutan 3 besar, beneran alhamdulillah. Kalo diluar sekolah, aku selalu enjoy main sama temen sekampung kemana pun kita mau, dari ujung sawah sampai puncak bukit di seberang sungai itu.

Makanya aku sendiri heran deh, kenapa bisa kepikiran begitu? Kalo aku mau tanya kamu, kira -kira kamu mau jawab apa? Pertanyaannya sama kayak yang ada di judul itu.

Kamu pernah nggak sih, mikir gitu juga? Kok bisa kita yang lahir dan menerima semua kekurangan yang akhinya menjadi bahan buat temen-temen kita untuk bullying kita? Padahal kan ada kelebihan juga. Ya, sepertinya aku tahu jawaban kamu. Karena aku pun manusia yang punya Tuhan. Dan aku pun meyakini bahwa adanya kehidupan ini karena atas izin-Nya. Bukan tiba-tiba jadi tanpa ada yang mengomandani.

Okay, setelah bertahun-tahun aku hidup, sekarang aku udah gede. Kepala ku udah dua. Bukan berarti kepala ku bercabang jadi dua ya, maksudnya umur ku udah diawali angka 2. Nggak usah tanya belakangnya berapa ya. πŸ™‚ Hehehe

Karena aku udah gede, mungkin inilah yang namanya takdir kalo manusia itu dari bayi semakin tumbuh dan tumbuh dan semakin gede alias berumur dan akhirnya mati. Mati alias meninggalkan bumi. Akhirnya aku lebih tau karena Β semakin banyak proses belajar yang aku lewati. Mungkin kamu juga ada yang baru sadar kalo ternyata kamu itu sebenarnya manusia. Karena aku pun demikian, baru sadar kalo aku ini manusia bukan mainan yang bisa dimainin sesuka hati oleh manusia lain, bukan juga robot yang bisa diatur dan diperintah dengan sewenang-wenang.

Aku juga mungkin baru sadar, bahwa pertanyaan ku yang ada di judul itu konyol. Tapi karena hal konyol itu aku jadi tau beginilah takdir manusia diamanati utnuk menghuni dan menjaga bumi. Dan aku pun semakin sadar karena pertanyaan itu pula aku bisa menulis tulisan ini dengan senang hati, bebas, lepas, tanpa beban dan aku bahagia. Hehehe..

20140105_132957_lari-santai-aja

Akhirnya aku katakan kalo hidup itu simpel. Tapi jangan salah mengartikannya arti kata “simpel” disini. Walaupun ku katakan hidup ini simpel tapi kenyataannya untuk menggapai kata”simpel” itu nggak simpel karena harus melalui proses yang nggak sekali pencet jadi atau sekali langkah selesai.

Pelari maraton yang ingin juara 1 caranya simpel, cukuplah dia lari sekuat tenaganya dan jangan berhenti ditengah jalan. Simpel kan? Tapi apa iya, langsung lari sekuat tenaga dan nggak berhenti saja bisa beneran menang? Belum tentu. Dia harus melalui proses latihan biar terbiasa berlari dan kuat nafasnya, juga perlu pemanasan sebelum berlari agar nggak keram atau keseleo. Pokoknya gitu deh, kamu mungkin lebih paham tentang itu. πŸ™‚

Kenapa harus aku? Ya karena memang harusnya aku. πŸ™‚

Kenapa harus kamu?

4 tanggapan untuk “Mengapa Harus Aku?”

  1. Waaah sudah lebih berwarna sekarang blognya mas, πŸ™‚
    Pertanyaan itu sepertinya sering muncul di tipe2 orang yang pemikir,:)

    Suka

Tinggalkan komentar